MENJADI INSANUL KAMIL (MANUSIA SEMPURNA)
PEMBAHASAN
I.1 RUANG LINGKUP KAJIAN MANUSIA BERBUDAYA
a.
Hakikat Manusia Perspektif Budaya
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, pribadi yang tersusun
atas kesatuan harmonik jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat. Manusia
lahir dalam keadaan serba-misterius. Artinya sangat sulit untuk diketahui mengapa, bagaimana, dan untuk apa
kelahirannya itu. Yang pasti manusia diciptakan oleh Tuhan melalu manusia lain
(orangtua), sadar akan hidup dan kehidupannya, dan sadar pula akan tujuan
hidupnya (kembali kepada Tuhan)[1].
Maka dari itu, jika kita melihat pernyataan di atas, manusia memang
merupakan makhluk yang unik, serba dimensi dan dapat dipandangan dari berbagai
segi. Misalnya saja dalam ilmu eksakta (Ilmu Kimia), manusia dipandang sebagai
kumpulan partikel-partikel atom yang membentuk jaringan yang dimiliki manusia,
sementara dalam dunia biologi, manusia adalah makhluk biologis yang tergolong
dalam makhluk mamalia. Dalam ilmu sosial (Sosiologi) manusia adalah makhluk
sosial, yang tidak mampu berdiri sendiri, dan manusia adalah makhluk yang
berbudaya, dan masih banyak lagi pandangan ilmu lain terhadap manusia itu
sendiri. oleh karena itu, manusia memang susah untuk ditelaah lebih dalam.
Namun bukan berarti manusia tidak mampu mengenal dirinya dibandingakan dengan
makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya, oleh karena itulah dalam diri manusai
terdapat hakekat yang membeda manusia sendiri dengan makhluk lain. Apakah
hakekat manusia itu? Dalam pembahasana ini, ada beberapa hakekat manusia dalam
persepektif budaya yang mampu menjawab seperti apakah manusia itu sebenarnya.
Berikut adalah hakikat manusia:
1.
Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri
dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh.
Tubuh manusia adalah
sebuah objek yang dapat dirasa, diraba, dilihat dan dalam bentuk wujud yang
konkrit, namun tidak bersifat abadi. Sifat yang sementara membuat eksistensinya
mampu bertahan dalam waktu yang telah ditentukan oleh sang pencipta, lalu
kembali menjadi wujud awal penciptaannya yaitu tanah. Dibalik itu, terdapat
jiwa dalam tubuh manusia. Suatu unsur yang berbanding terbalik dengan tubuh
dalam, akan tetapi tidak bisa dipisahkan dari medium tubuh. Jiwa bersifat
abstrak. Tidak dapat dirasa, diraba, dan dilihat, namun disifatnya abadi.
Ketika jiwa berpisah dari tubuh, maka jiwa akan kembali kepada sang pencipta.
Tapi bukan berarti jiwa tersebut hancur, namun sebaliknya jiwa akan tetap
abadi. Jiwa adalah roh dalam diri manusia yang fungsinya sebagai penggerak dan
sumber kehidupan manusia. Oleh sebab itulah saat jiwa meninggalkan tubuh, manusia
akan mati.
2. Makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang lainnya.
Kesempurnaan manusia
begitu terlihat bagaimana ia mampu menata hidupnya. Artinya manusia tahu apa
yang harus dilakukannya karena perangkat dalam yang ia miliki yakni akal. Namun
Tuhan tidak hanya menciptakan itu saja, perasaan dan kehendak pada jiwa manusia
juga menambahkan kesempurnaan manusia sebagi manusia yang beradab dan berakal.
Dengan akal (ratio)
manusia dapat menciptakan imu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari
semakin mampu berevolusi. Tidak diam dalam satu jenis. Ini menunjukkan manusia
dengan akalnya mampu berkembang secara kontinue dan ada selalu ada prose
berpikir manusia. Lalu dalam kehidupan juga manusia mengenal nilai baik dan buruk,
sehingga mampu mempertimbangkan, menilai, berkehendak menciptakan kebenaran,
keindahan, kebaikan, dan sebaliknya. Tidak hanya sebatas akal, manusia
dilengkapi juga dengan perasaan yang mampu menciptakan seni atau nilai estetika
dalam kehidupan manusia. Daya rasa (Perasaan) ini memili dua macam, yakni
perasaan rohani dan perasaan inderawi. Perasaan inderwi adalah ransangan
jasmani melalui pancaindra, tingkatnya rendah dan terdapat pada diri manusia
dan binatan, kemudian perasaan rohani adalah perasaan yang suci lahir hanya
dalam diri manusia misalnya:
a.
Perasaan intelektual adalah perasan
yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Seeorang akan merasa senang atau rasa
ingin tahu terpecahkan apabila ia mampu mencari jawaban itu sendiri, namun
sebaliknya apabila ia tidak menemukannya maka perasaan yang tidak senang akan
timbul karena ketidakberhasilannya dalam menemukan jawaban itu.
b. Perasaan estetis adalah
perasaan yang berkenaan dengan keindahan. Seseorang akan merasa senang atau
hatinya akan merasa bahagia kala ia melihat sesuatu yang indah, sebaliknya
apabila ia menemukan sesuatu yang tidak mampu menarik hatinya maka akan timbul
perasaan kesal atau tidak suka pada suatu hal itu.
c. Perasaan etis adalah
perasaan yang cenderungan pada kebaikan. Seseorang akan merasa jika sesuatu itu
baik bagi dirinya, maupun yang lain, lalu sebaliknya apabila sesuatu itu jahat
atau buruk bagi dirinya maupun yang lain, akan timbul rasa benci.
d. Perasaan diri yaitu
perasaan yang berkenaan dengan harga diri karena ada kelebihan ketimbang yang
lain. Maka apabila seseorang memiliki kelebihan dibandingkan yang lainnya, ia
akan angkuh dan sombong. Sebaliknya juga ketika ia tidak memilki kelebihan,
seseorang tersebut akan merasa minder terhadap yang lain.
e. Perasaan sosial yakni
perasaan yang berhubungan dengan sebuah kelompok, hidup bermasyarakat dan ikut
merasakan kehidupan orang lain. Ketika orang lain mendapatakn keberhasilan,
maka ia akan senang, sebaliknya jika orang lain itu gagal maka ia akan ikut
merasakan kesedihan yang dirasakan orang lain tersebut.
f. Perasaan religius yaitu
perasaan yang mengarah pada kepercayaan atau agama. Seseorang merasakan
ketenangan dan jiwanya merasa tentram ketika apabila ia mampu bertawakal kepada
Tuhan, yaitu dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
3. Makhluk biokultural, yaitu
makhluk hayati yang budayawi.
Manusia adalah produk dari
saling tindak atau interaksi faktor-faktor hayati dan budayawi. Sebagai makhluk
hayati, manusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi, biokimia, patologi,
genetika, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk budayawi dapat dipelajari
dari segi-segi: kemasyarakatan, kekerabatan, psikologi sosial, kesenian,
ekonomi, bahasa, mata pencarian dan lain sebagainya yang menyakut kehidupan
manusia.
4.
Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat
dengan lingkungan (Ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan
bekerja dan berkarya.
Soren kienkegaard, seorang filosof
Denmarkpelopor ajaran “Eksistensialisme” memandangan manusia dalam konteks
kehidupan yang konkrit adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungan
(Ekologi), memiliki sifat-sifat alamiah, dan tunduk pada hukum alamiah pula.
Kehidupan manusia memiliki
3 taraf, yaitu estis, estetis, dan religius. Dengan kehidupan estetis, manusia
mampu menangkap dunia sekitarnya sebagai dunia yang mengagumkan dan
mengungkapkan kembali (Karya) dalam lukisan , tarian dan nyanyian yang indah.
Denga etis manusia meningkatkan kehidupan estetis ke dalam tingkata manusiawi
dan dalam bentuk-bentuk keputusan bebas dan dipertanggungjawabkan. Dengan
kehidupan religius, manusia menghayati pertemuannya dengan Tuhan. Semakin dekat
seseorang dengan Tuhan, semakin dekat pula ia menuju kesempurnaan dan semakin
jauh ia dilepaskan dari rasa kekhawatiran. Semakin dalam penghayatan kepada
Tuhan, semakin bermakna pula kehidupannya, dan akan terungkap pula kenyatan
manusia individual atau kenyataan mausia subjektif yang memiliki harkat dan
martabat tinggi.
Menurut Berger kebudayaan
merupakan totalitas produk-produk manusai yang mnecakup materiil dan
non-materiil. Sementara yang terpenting dari aspek kebudayaan non-materiil
adalah manusia (masyarakat) karena dari mereka terbentuk hubungan yang
berkelanjutan antara manusia dan sesamanya. Kerena merupakan unsur kebudayaan,
masyarakat juga bersifat sebagai produk manusia, sama seperti kebudayaan
non-materiil. Berger menegaskan karakteristik tertentu dari manusia
(masyarakat) ini sebagai berikut: masyarakat terdiri atas manusia yang
melakukan aktivitas. Pola-polanya selalu berhubungan dengan ruang dan waktu,
tidak tersedia di alam, tidak juga bisa disimpulkan secara apapun dari “hakekat
manusia”.[2]
Berger juga menegaskan
arti penting masyarakat. Masyarakat menempati posisi terhormat di
antara formasi-formasi kebudayaan manusia. Ini adalah berkat satu fakta
antropologis dasar lainnya, yaitu sosialitas esensial manusia... ini berarti
bahwa manusia selalu hidup dalam kolektivitas dan bahkan ia akan kehilangan kemanuasiannya jika dikucilkan dari manusia-manusia lainnya.
Oleh karena itu, bisa
dipahami bahwa masyarakat tentunya tidak hanya merupakan hasil dari kebudayaan,
tetapi merupakan kondisi yang diharuskan oleh kebudayaan. Masyarakat membentuk,
membagi, dan mengkoordinasi aktivitas pembangunan-dunia manusia. Hanya dalam
masyarakat, produk aktivitas itu bisa bertahan untuk waktu yang lama.