Metodologi Studi Islam (Studi Ritual dalam Islam)

on Monday, September 29, 2014
Latar Belakang
               
Setiap agama memiliki sebuah ritual yang berbeda. Ritual dalam pengertian ini tidak diartikan serta merta pada aktivitas negatif yang kita kenal sebagai dampak dari keyakinan hal-hal yang berbau mitos belaka. Namun, kita melihat sisi yang berbeda dan memahami makna ritual itu dengan sebuah aktivitas hidup yang kita jalani. Ritual-ritual tersebut dalam kehidupan ternyata memiliki sebuah kontribusi besar dalam kehidupan manusia. Ritual-ritual yang diciptakan dan dijadikan sebagai aktivitas membawa manusia pada sebuah puncak ketenangan jwa, keamanan, rasa nyaman dan lain sebaginya. Tergantung siapa yang menjalami ritual tersebut.
Dalam pembagainnya ritual memiliki beberapa aspek yang harus kita perhatikan dan telaah lebih jauh. Seperti Shalat, zakat, puasa dan lain sebaginya adalah bagian dari ritual yang sebenarnya luput dari konsep pemahaman kita. Jamaah Ddzikir, jamaah tabligh, memperingati hari-hari besar islam atau pun yang lainnya juga termasuk ke dalam bentuk ritual.  Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ini adalah kesalahan dalam istilah sekaligus kita menganggap bahwa istilah ritual yang kita pahami di luar adalah ritual dihubungkan dengan hal mitos.  Kata ‘ritual” memiliki pengertian sesuatu yang berkenaan dengan ritus. Dari pengertian ini terlihat bahwa ritual yang dimaksud adalah segala tindakan yang berhubungan dengan agama. Apakah itu upacara, ibadah, atau aktivitas lainnya, yang memang benar-benar membawa sebuah kesaksaralan bagi pengikutnya.[1]
Paradigma pemahaman ini pula yang kemudian membuat para peneliti islam mengabaikan urgensi kajian islam dalam ritual. Dan malah beberapa peneliti seperti Frederick M. Denny dan William R. Roff mengangkat studi kajian islam tersebut. Oleh sebab itu, pada makalah ini akan memaparkan mengenai kajian islam yang dilakukan oleh mereka. Pembahasan ini pula didasarkan pada kesalalah kita dalam melakukan studi keislaman yang hanya didasarkan pada hal-hal yang bersifat luas, sementara hal-hal yang dominan kita lakukan kurang untuk diperhatikan.
Diharapakan setelah pembahasan ini mampu memberikan kita sebuah ide baru dan masukan terutama bagi kaum pengkaji islam untuk benar memperhatiak setiap sudut dan sisi dalam islam. Sehingan konsep studi islam bisa dilakukan dalam segala aspek, terutam untuk hal-hal yang memnang sudah intim dalam kehidupan.

Ulumul Qur'an ( Al-qur'an dan Sahabat-sahabatnya)







PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Al-qur’an sebagai kita suci umat islam adalah sebuah amanah besar yang dititipakan dan itu harus dijaga. Dijaga bukan hanya dalam sebuah perlindungan fisik semata, akan tetapi juga dengan non-fisik. Artinya salah satu bentuk kita menjaga Al-qur’an adalah dengan mempelajarinya baik itu secara kandungan, tafsiran, atau pun metode lain sebagainya.
Sebagai mufassir adalah sebuah kewajiban mendalami sebuah kalam Allah karena didalamnya begitu banyak misteri yang tersimpan. Dengan misteri inilah manusia dapat menelaah, menggali, merenungi dan mencari apa dibalik ikatan-ikatan ayat per ayat tersebut. Hingga nantinya benar-benar mampu dijadikan sebagai dalil yang kuat terhadap pelecehan kandungan Al-quran. Sebagaimana Al-qur’an dijadikan pedoman hidup sekaligus hukum bagi umat islam.
Selain Al-qur’an, ada pula hadist yang dijadikan sumber hukum bagi kehidupan muslim. Hadist yang ada merupakan bentuk keberadaan nabi serta para pengikut-pengikutnya. Yang kemudian di dalamnya berisikan beberapa hukum-hukum yang tercatat sebagai aktivitas di masa islam. Oleh sebab itulah, pembahasan mengenai Al-qur’an dan sahabanya merupakan titik fokus yang akan dibahas pada makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
 Faktor Pendorong Mempelajari Al-qur’an
          Al-qur’an adalah kitab suci sekaligus penuntun umat islam menuju pada segala hal kebaikan. Peradan islam yang dulu pernah berjaya merupakan sumbangsih dari para pendahulu karena belajar dari Al-qur’an. Sifatnya yang universal memberikan ruang manusia untuk menelaah, mendalami, mencari tahu dan meneliti interprestasi Al-qur’an dalam kehidupan manusia.
          Jika kita melihat pada judul yang makalah ini yakni dorongan untuk mempelajari Al-qur’an jelas kita akan mencoba melihat dari sudut padangan urgensi, manfaat dan tujuan dari mempelajari Al-qur’an. Karena dengan melihat sisi tersebut, maka bisa kita simpulkan bahwa tujuannya dapat memberikan sebuah kontribusi besar bagi pelajarnya. Ini artinya kegiatan yang dilakukan tidak mengundang kesia-siaan semata.
          Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa tujuan, manfaat dan urgensi dari mempelajari Al-qur’an? Jawabannya akan kami jelaskan satu per satu agar kita dapat melihat dari sudut pandangan mana yang kita inginkan.

A.    Tujuan dan Kegunaan mempelajari Al-qur’an           
          Dalam mempelajari Al-qur’an jelas ada tujuannya. Dalm hal ini ada dua macam bagian untuk melihatnya. Pertama, kita melihat dari tujuan internalnya. Lalu yang kedua, kita melihat dari tujuan eksternal.

          Tujuan Internal mempelajari Al-qura’an seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Ali al-Shabuni adalah untuk memahami kalam Allah Azza wa Jall, menurut tuntunan yang dipetik dari Rasullullah SAW. Berupa keterangan dan penjelasan, serta hal-hal yang dinuklikan para sahabat dan tabi’in sekitar penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Al-qur’an, mengenali cara-cara mufassirin berikut dengan kepiawaian mereka dalam bidang tafisr serta persyaratan-persyaratan mufassir dan lain-lain yang memiliki hubungan dengan ilmu ini.[1]

          Adapun tujuan Eksternal dari mempelajari Al-qur’an adalah sebagai benteng kaum muslim dari kemungkinan-kemungkinan usaha pengaburan Al-qur’an yang mungkin saja akan dilakukan oleh orang-orang tidak beriman. Dan bisa jadi adanya kaum orientalis yang memiliki sebuah tujuan untuk membawa pemahaman penyesatan terhadap umat. Sehingga dengan mempelajari Al-qur’an, seorang muslim atau kaum muslim itu sendiri dapat memahami kandungan dari ayat-ayat suci yang tehimpun tersebut. Lalu akan membuat kaum muslim kokoh dalam pendirian mengenai keaslian dan keabadian Al-qur’an sebagai ktab suci umat muslim.

          Secara umum juga ada tujuan mempelajari Al-qur’an yakni Al-quran bisa dijadikan sarana menggali ilmu-ilmu. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam ayat-ayat Al-qur’an telah lebih dahulu mengajarkan manusia dalam bidang-bidang ilmu. Contohnya dalam bidang ilmu Biologi. Ayat yang menerangkan bagaimana proses manusia tercipta manusia merupakan aspek pembahasan dalam dunia biologi, yang sekaligus dibahas dalam Al-qur’an.

          Jika kita kembali pada penjelasan di atas, maka bisa kita lihat betapa mempelajari Al-qur’an memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan manusia. Mungkin apa yang disebutkan di atas hanya segelintir dari saja. Dan mungkin masih banyak lagi tujuan yang bisa kita ambil dari mempelajari Al-qur’an. Sehingga sudah menjadi sebuah fardhu kifayah hukumnya bagi muslim atau bahkan bisa menjadi fardhu ain untuk mempelajari Al-qur’an secara lebih mendalam.

B.     Urgensi Mempelajari Al-qur’an         
          Ada sebuah peran besar yang bisa dirasakan oleh umat muslim ketika mereka berhasil mendalam sebuah hidangan yang ada dalam kandungan isi Al-qur’an. Dan itu adalah sebuah hak tersendiri bagi seorang muslim untuk menemukannya. Bisa jadi individu yang satu dan individu yang lain memiliki sebuah kepentingan yang berbeda dalam mempelajari Al-qur’an. Seperti yang sempat kita bahas mengenai kamu orientalis. Para kaum orientalis bahkan ada yang mempelajari Al-qur’an sebagai media untuk membawa gejolak pemahaman bagi muslim. Memang tidak dapat dipungkiri masalah ini adalah bagian tanggung jawab muslim, maka oleh sebab itulah merupakan sebuah tugas besar bagi kaum muslim.

          Seperti yang yang sempat disinggung mengenai tujuan dan kegunaan mempelajari Al-qur’an bahwa dapat dirasakan manfaatnya ketika kita dapat menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an dengan mempelajari Al-quran itu sendiri. Hal ini menujukkan bahwa bagi seorang mufassir, mustahil mampu menafsirkan Al-qur’an apalagi sampai membedahnya secar luas dan detail tanpa mengenali atau tepatnya menguasai lebih jauh ilmu-ilmu Al-qur’an. Sebab, ilmu tafsir adalah roh dari ilmu Al-qur’an. Maksudnya adalah bahwa menafsirkan Al-qur’an tetap saja tergantung pada ilmu Al-qur’an lainnya.

          Sebelumnya juga sempat disinggung bahwa sebenarnya ketika kita mempelajari Al-qur’an, kita tidak hanya dihadapkan pada ilmu-ilmu yang bersifat islam saja. Akan tetapi, ilmu sains dan teknologi merupakan bagian dari kandungan Al-qur’an yang juga dapat membantu memahami Al-qur’an. Terakhir adalah bahwa mempelajari Al-qur’an adalah konteksnya tidak terbatas, luas dan umum sekaligus memegang fungsi dan posisi  bagi penafsir Al-qur’an sepanjang zaman.

Mengapa Manusia Berfilsafat?

on Wednesday, September 3, 2014





Mengapa manusia berfilsafat?
Sadar atau tidak sadar kita sebetulnya sudah menjalankan sebuah proses yang mendalam kegiatan berfilsafat. Namun memang ada yang membedakan diantara prosesnya itu. Ada orang-orang yang benar-benar mendalam filsafat hingga ke dalam berbagai ilmu. Sesuai dengan jargon yang mengatakan bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu. Tak bisa dipungkiri bahwa filsafat bisa membawa seseorang pada puncak yang lebih stabil, artinya seseorang mampu memahami apapun yang ada di depan mata dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak belajar filsafat secara khusus? Jawabnya adalah bahwa tidak ada manusia yang tidak berfilsafat. Semua aspek yang dilakukan manusia tidak bisa lepas dari aktivitas filsafat. Sesuai dengan makna kata filsafat itu sendiri bahwa filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Ini artinya bahwa menuju kebijaksanaan tersebut memiliki proses yang harus dipikirkan oleh manusia untuk mencapainya. Akal sebagai alat primer dari diri manusia sekaligus pembeda dari semua makhluk yang ada, selalu mengajak manusia untuk melakukan proses pencarian jawaban terhadap apa yang dipertanyakannya. Maka dari itu, siapapun kita, pada kenyataannya mengalami sebuah proses berfilsafat. Memang dalam ranah yang signifikan jelas membedakan. Tapi bukan berarti seseorang menolak dirinya berfilsafat atau bahkan membenci filsafat itu sendiri. Misalnya saja, ketika seseorang menyelesaikan masalah yang dihadapainya, mau tidak mau ia harus menghadapinya. Proses menghadapi inilah yang nantinya menimbulkan banyak pertanyaan; mengapa ini bisa terjadi? Siapa yang mampu membantu menyelesaikan masalah ini? dan hingga nanti berujung pada tingkat yang diinginkan yakni kebijaksanaan menghadapai masalah itu. Itulah sebabnya mengapa manusia berfilsafat.
Sebetulnya ini tidak bisa menjadi sebuah pertanyaan jika kita menanyakan sebuah alasan karena mengingat bahwa filsafat memang sudah benar-benar sebagai fitrah manusia. Filsafat itu adalah proses berpikir. Manusia sebagai makhluk yang berpikir sudah jelas akan mengaktualisasikan apa yang ia miliki. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang otomatis dalam diri manusia. Hanya saja yang membedakan adalah ketika seseorang membatasi filsafat itu dalam dirinya. Ketika kita mendengar orang-orang yang tidak suka filsafat, atau menganggap filsafat sebagai ajang menuju kesesatan berpikir. Sehingga pada lapangan banyak ditemukan mereka-mereka yang belajar filsafat itu mengarah pada hal yang negatif. Paradigma inilah yang semestinya diluruskan dalam diri kita; lingkungan dan negara bahwa dengan berpegang pada sistematis filsafat maka mampu membimbing manusia menuju arah yang lebih baik. Filsafat seperti apa? Filsafat yang memang didasari dengan berbagai teori mendasar yang mampu membimbing secara bertahap menuju kebaikan itu sendiri.

Recent Comments

followers

About Me