Metodologi Studi Islam (Studi Ritual dalam Islam)

on Monday, September 29, 2014
Latar Belakang
               
Setiap agama memiliki sebuah ritual yang berbeda. Ritual dalam pengertian ini tidak diartikan serta merta pada aktivitas negatif yang kita kenal sebagai dampak dari keyakinan hal-hal yang berbau mitos belaka. Namun, kita melihat sisi yang berbeda dan memahami makna ritual itu dengan sebuah aktivitas hidup yang kita jalani. Ritual-ritual tersebut dalam kehidupan ternyata memiliki sebuah kontribusi besar dalam kehidupan manusia. Ritual-ritual yang diciptakan dan dijadikan sebagai aktivitas membawa manusia pada sebuah puncak ketenangan jwa, keamanan, rasa nyaman dan lain sebaginya. Tergantung siapa yang menjalami ritual tersebut.
Dalam pembagainnya ritual memiliki beberapa aspek yang harus kita perhatikan dan telaah lebih jauh. Seperti Shalat, zakat, puasa dan lain sebaginya adalah bagian dari ritual yang sebenarnya luput dari konsep pemahaman kita. Jamaah Ddzikir, jamaah tabligh, memperingati hari-hari besar islam atau pun yang lainnya juga termasuk ke dalam bentuk ritual.  Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ini adalah kesalahan dalam istilah sekaligus kita menganggap bahwa istilah ritual yang kita pahami di luar adalah ritual dihubungkan dengan hal mitos.  Kata ‘ritual” memiliki pengertian sesuatu yang berkenaan dengan ritus. Dari pengertian ini terlihat bahwa ritual yang dimaksud adalah segala tindakan yang berhubungan dengan agama. Apakah itu upacara, ibadah, atau aktivitas lainnya, yang memang benar-benar membawa sebuah kesaksaralan bagi pengikutnya.[1]
Paradigma pemahaman ini pula yang kemudian membuat para peneliti islam mengabaikan urgensi kajian islam dalam ritual. Dan malah beberapa peneliti seperti Frederick M. Denny dan William R. Roff mengangkat studi kajian islam tersebut. Oleh sebab itu, pada makalah ini akan memaparkan mengenai kajian islam yang dilakukan oleh mereka. Pembahasan ini pula didasarkan pada kesalalah kita dalam melakukan studi keislaman yang hanya didasarkan pada hal-hal yang bersifat luas, sementara hal-hal yang dominan kita lakukan kurang untuk diperhatikan.
Diharapakan setelah pembahasan ini mampu memberikan kita sebuah ide baru dan masukan terutama bagi kaum pengkaji islam untuk benar memperhatiak setiap sudut dan sisi dalam islam. Sehingan konsep studi islam bisa dilakukan dalam segala aspek, terutam untuk hal-hal yang memnang sudah intim dalam kehidupan.

Ulumul Qur'an ( Al-qur'an dan Sahabat-sahabatnya)







PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Al-qur’an sebagai kita suci umat islam adalah sebuah amanah besar yang dititipakan dan itu harus dijaga. Dijaga bukan hanya dalam sebuah perlindungan fisik semata, akan tetapi juga dengan non-fisik. Artinya salah satu bentuk kita menjaga Al-qur’an adalah dengan mempelajarinya baik itu secara kandungan, tafsiran, atau pun metode lain sebagainya.
Sebagai mufassir adalah sebuah kewajiban mendalami sebuah kalam Allah karena didalamnya begitu banyak misteri yang tersimpan. Dengan misteri inilah manusia dapat menelaah, menggali, merenungi dan mencari apa dibalik ikatan-ikatan ayat per ayat tersebut. Hingga nantinya benar-benar mampu dijadikan sebagai dalil yang kuat terhadap pelecehan kandungan Al-quran. Sebagaimana Al-qur’an dijadikan pedoman hidup sekaligus hukum bagi umat islam.
Selain Al-qur’an, ada pula hadist yang dijadikan sumber hukum bagi kehidupan muslim. Hadist yang ada merupakan bentuk keberadaan nabi serta para pengikut-pengikutnya. Yang kemudian di dalamnya berisikan beberapa hukum-hukum yang tercatat sebagai aktivitas di masa islam. Oleh sebab itulah, pembahasan mengenai Al-qur’an dan sahabanya merupakan titik fokus yang akan dibahas pada makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
 Faktor Pendorong Mempelajari Al-qur’an
          Al-qur’an adalah kitab suci sekaligus penuntun umat islam menuju pada segala hal kebaikan. Peradan islam yang dulu pernah berjaya merupakan sumbangsih dari para pendahulu karena belajar dari Al-qur’an. Sifatnya yang universal memberikan ruang manusia untuk menelaah, mendalami, mencari tahu dan meneliti interprestasi Al-qur’an dalam kehidupan manusia.
          Jika kita melihat pada judul yang makalah ini yakni dorongan untuk mempelajari Al-qur’an jelas kita akan mencoba melihat dari sudut padangan urgensi, manfaat dan tujuan dari mempelajari Al-qur’an. Karena dengan melihat sisi tersebut, maka bisa kita simpulkan bahwa tujuannya dapat memberikan sebuah kontribusi besar bagi pelajarnya. Ini artinya kegiatan yang dilakukan tidak mengundang kesia-siaan semata.
          Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa tujuan, manfaat dan urgensi dari mempelajari Al-qur’an? Jawabannya akan kami jelaskan satu per satu agar kita dapat melihat dari sudut pandangan mana yang kita inginkan.

A.    Tujuan dan Kegunaan mempelajari Al-qur’an           
          Dalam mempelajari Al-qur’an jelas ada tujuannya. Dalm hal ini ada dua macam bagian untuk melihatnya. Pertama, kita melihat dari tujuan internalnya. Lalu yang kedua, kita melihat dari tujuan eksternal.

          Tujuan Internal mempelajari Al-qura’an seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Ali al-Shabuni adalah untuk memahami kalam Allah Azza wa Jall, menurut tuntunan yang dipetik dari Rasullullah SAW. Berupa keterangan dan penjelasan, serta hal-hal yang dinuklikan para sahabat dan tabi’in sekitar penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Al-qur’an, mengenali cara-cara mufassirin berikut dengan kepiawaian mereka dalam bidang tafisr serta persyaratan-persyaratan mufassir dan lain-lain yang memiliki hubungan dengan ilmu ini.[1]

          Adapun tujuan Eksternal dari mempelajari Al-qur’an adalah sebagai benteng kaum muslim dari kemungkinan-kemungkinan usaha pengaburan Al-qur’an yang mungkin saja akan dilakukan oleh orang-orang tidak beriman. Dan bisa jadi adanya kaum orientalis yang memiliki sebuah tujuan untuk membawa pemahaman penyesatan terhadap umat. Sehingga dengan mempelajari Al-qur’an, seorang muslim atau kaum muslim itu sendiri dapat memahami kandungan dari ayat-ayat suci yang tehimpun tersebut. Lalu akan membuat kaum muslim kokoh dalam pendirian mengenai keaslian dan keabadian Al-qur’an sebagai ktab suci umat muslim.

          Secara umum juga ada tujuan mempelajari Al-qur’an yakni Al-quran bisa dijadikan sarana menggali ilmu-ilmu. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam ayat-ayat Al-qur’an telah lebih dahulu mengajarkan manusia dalam bidang-bidang ilmu. Contohnya dalam bidang ilmu Biologi. Ayat yang menerangkan bagaimana proses manusia tercipta manusia merupakan aspek pembahasan dalam dunia biologi, yang sekaligus dibahas dalam Al-qur’an.

          Jika kita kembali pada penjelasan di atas, maka bisa kita lihat betapa mempelajari Al-qur’an memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan manusia. Mungkin apa yang disebutkan di atas hanya segelintir dari saja. Dan mungkin masih banyak lagi tujuan yang bisa kita ambil dari mempelajari Al-qur’an. Sehingga sudah menjadi sebuah fardhu kifayah hukumnya bagi muslim atau bahkan bisa menjadi fardhu ain untuk mempelajari Al-qur’an secara lebih mendalam.

B.     Urgensi Mempelajari Al-qur’an         
          Ada sebuah peran besar yang bisa dirasakan oleh umat muslim ketika mereka berhasil mendalam sebuah hidangan yang ada dalam kandungan isi Al-qur’an. Dan itu adalah sebuah hak tersendiri bagi seorang muslim untuk menemukannya. Bisa jadi individu yang satu dan individu yang lain memiliki sebuah kepentingan yang berbeda dalam mempelajari Al-qur’an. Seperti yang sempat kita bahas mengenai kamu orientalis. Para kaum orientalis bahkan ada yang mempelajari Al-qur’an sebagai media untuk membawa gejolak pemahaman bagi muslim. Memang tidak dapat dipungkiri masalah ini adalah bagian tanggung jawab muslim, maka oleh sebab itulah merupakan sebuah tugas besar bagi kaum muslim.

          Seperti yang yang sempat disinggung mengenai tujuan dan kegunaan mempelajari Al-qur’an bahwa dapat dirasakan manfaatnya ketika kita dapat menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an dengan mempelajari Al-quran itu sendiri. Hal ini menujukkan bahwa bagi seorang mufassir, mustahil mampu menafsirkan Al-qur’an apalagi sampai membedahnya secar luas dan detail tanpa mengenali atau tepatnya menguasai lebih jauh ilmu-ilmu Al-qur’an. Sebab, ilmu tafsir adalah roh dari ilmu Al-qur’an. Maksudnya adalah bahwa menafsirkan Al-qur’an tetap saja tergantung pada ilmu Al-qur’an lainnya.

          Sebelumnya juga sempat disinggung bahwa sebenarnya ketika kita mempelajari Al-qur’an, kita tidak hanya dihadapkan pada ilmu-ilmu yang bersifat islam saja. Akan tetapi, ilmu sains dan teknologi merupakan bagian dari kandungan Al-qur’an yang juga dapat membantu memahami Al-qur’an. Terakhir adalah bahwa mempelajari Al-qur’an adalah konteksnya tidak terbatas, luas dan umum sekaligus memegang fungsi dan posisi  bagi penafsir Al-qur’an sepanjang zaman.

Mengapa Manusia Berfilsafat?

on Wednesday, September 3, 2014





Mengapa manusia berfilsafat?
Sadar atau tidak sadar kita sebetulnya sudah menjalankan sebuah proses yang mendalam kegiatan berfilsafat. Namun memang ada yang membedakan diantara prosesnya itu. Ada orang-orang yang benar-benar mendalam filsafat hingga ke dalam berbagai ilmu. Sesuai dengan jargon yang mengatakan bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu. Tak bisa dipungkiri bahwa filsafat bisa membawa seseorang pada puncak yang lebih stabil, artinya seseorang mampu memahami apapun yang ada di depan mata dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak belajar filsafat secara khusus? Jawabnya adalah bahwa tidak ada manusia yang tidak berfilsafat. Semua aspek yang dilakukan manusia tidak bisa lepas dari aktivitas filsafat. Sesuai dengan makna kata filsafat itu sendiri bahwa filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Ini artinya bahwa menuju kebijaksanaan tersebut memiliki proses yang harus dipikirkan oleh manusia untuk mencapainya. Akal sebagai alat primer dari diri manusia sekaligus pembeda dari semua makhluk yang ada, selalu mengajak manusia untuk melakukan proses pencarian jawaban terhadap apa yang dipertanyakannya. Maka dari itu, siapapun kita, pada kenyataannya mengalami sebuah proses berfilsafat. Memang dalam ranah yang signifikan jelas membedakan. Tapi bukan berarti seseorang menolak dirinya berfilsafat atau bahkan membenci filsafat itu sendiri. Misalnya saja, ketika seseorang menyelesaikan masalah yang dihadapainya, mau tidak mau ia harus menghadapinya. Proses menghadapi inilah yang nantinya menimbulkan banyak pertanyaan; mengapa ini bisa terjadi? Siapa yang mampu membantu menyelesaikan masalah ini? dan hingga nanti berujung pada tingkat yang diinginkan yakni kebijaksanaan menghadapai masalah itu. Itulah sebabnya mengapa manusia berfilsafat.
Sebetulnya ini tidak bisa menjadi sebuah pertanyaan jika kita menanyakan sebuah alasan karena mengingat bahwa filsafat memang sudah benar-benar sebagai fitrah manusia. Filsafat itu adalah proses berpikir. Manusia sebagai makhluk yang berpikir sudah jelas akan mengaktualisasikan apa yang ia miliki. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang otomatis dalam diri manusia. Hanya saja yang membedakan adalah ketika seseorang membatasi filsafat itu dalam dirinya. Ketika kita mendengar orang-orang yang tidak suka filsafat, atau menganggap filsafat sebagai ajang menuju kesesatan berpikir. Sehingga pada lapangan banyak ditemukan mereka-mereka yang belajar filsafat itu mengarah pada hal yang negatif. Paradigma inilah yang semestinya diluruskan dalam diri kita; lingkungan dan negara bahwa dengan berpegang pada sistematis filsafat maka mampu membimbing manusia menuju arah yang lebih baik. Filsafat seperti apa? Filsafat yang memang didasari dengan berbagai teori mendasar yang mampu membimbing secara bertahap menuju kebaikan itu sendiri.

Makalah Ilmu Budaya Dasar

on Thursday, August 28, 2014

MENJADI INSANUL KAMIL (MANUSIA SEMPURNA)


PEMBAHASAN

I.1 RUANG LINGKUP KAJIAN MANUSIA BERBUDAYA

a.        Hakikat Manusia Perspektif Budaya
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonik jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat. Manusia lahir dalam keadaan serba-misterius. Artinya sangat sulit untuk  diketahui mengapa, bagaimana, dan untuk apa kelahirannya itu. Yang pasti manusia diciptakan oleh Tuhan melalu manusia lain (orangtua), sadar akan hidup dan kehidupannya, dan sadar pula akan tujuan hidupnya (kembali kepada Tuhan)[1].
Maka dari itu, jika kita melihat pernyataan di atas, manusia memang merupakan makhluk yang unik, serba dimensi dan dapat dipandangan dari berbagai segi. Misalnya saja dalam ilmu eksakta (Ilmu Kimia), manusia dipandang sebagai kumpulan partikel-partikel atom yang membentuk jaringan yang dimiliki manusia, sementara dalam dunia biologi, manusia adalah makhluk biologis yang tergolong dalam makhluk mamalia. Dalam ilmu sosial (Sosiologi) manusia adalah makhluk sosial, yang tidak mampu berdiri sendiri, dan manusia adalah makhluk yang berbudaya, dan masih banyak lagi pandangan ilmu lain terhadap manusia itu sendiri. oleh karena itu, manusia memang susah untuk ditelaah lebih dalam. Namun bukan berarti manusia tidak mampu mengenal dirinya dibandingakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya, oleh karena itulah dalam diri manusai terdapat hakekat yang membeda manusia sendiri dengan makhluk lain. Apakah hakekat manusia itu? Dalam pembahasana ini, ada beberapa hakekat manusia dalam persepektif budaya yang mampu menjawab seperti apakah manusia itu sebenarnya. Berikut adalah hakikat manusia:
1.             Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh.
Tubuh manusia adalah sebuah objek yang dapat dirasa, diraba, dilihat dan dalam bentuk wujud yang konkrit, namun tidak bersifat abadi. Sifat yang sementara membuat eksistensinya mampu bertahan dalam waktu yang telah ditentukan oleh sang pencipta, lalu kembali menjadi wujud awal penciptaannya yaitu tanah. Dibalik itu, terdapat jiwa dalam tubuh manusia. Suatu unsur yang berbanding terbalik dengan tubuh dalam, akan tetapi tidak bisa dipisahkan dari medium tubuh. Jiwa bersifat abstrak. Tidak dapat dirasa, diraba, dan dilihat, namun disifatnya abadi. Ketika jiwa berpisah dari tubuh, maka jiwa akan kembali kepada sang pencipta. Tapi bukan berarti jiwa tersebut hancur, namun sebaliknya jiwa akan tetap abadi. Jiwa adalah roh dalam diri manusia yang fungsinya sebagai penggerak dan sumber kehidupan manusia. Oleh sebab itulah saat jiwa meninggalkan tubuh, manusia akan mati.
2.      Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang lainnya.
Kesempurnaan manusia begitu terlihat bagaimana ia mampu menata hidupnya. Artinya manusia tahu apa yang harus dilakukannya karena perangkat dalam yang ia miliki yakni akal. Namun Tuhan tidak hanya menciptakan itu saja, perasaan dan kehendak pada jiwa manusia juga menambahkan kesempurnaan manusia sebagi manusia yang beradab dan berakal.
Dengan akal (ratio) manusia dapat menciptakan imu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin mampu berevolusi. Tidak diam dalam satu jenis. Ini menunjukkan manusia dengan akalnya mampu berkembang secara kontinue dan ada selalu ada prose berpikir manusia. Lalu dalam kehidupan juga manusia mengenal nilai baik dan buruk, sehingga mampu mempertimbangkan, menilai, berkehendak menciptakan kebenaran, keindahan, kebaikan, dan sebaliknya. Tidak hanya sebatas akal, manusia dilengkapi juga dengan perasaan yang mampu menciptakan seni atau nilai estetika dalam kehidupan manusia. Daya rasa (Perasaan) ini memili dua macam, yakni perasaan rohani dan perasaan inderawi. Perasaan inderwi adalah ransangan jasmani melalui pancaindra, tingkatnya rendah dan terdapat pada diri manusia dan binatan, kemudian perasaan rohani adalah perasaan yang suci lahir hanya dalam diri manusia misalnya:
a.         Perasaan intelektual adalah perasan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Seeorang akan merasa senang atau rasa ingin tahu terpecahkan apabila ia mampu mencari jawaban itu sendiri, namun sebaliknya apabila ia tidak menemukannya maka perasaan yang tidak senang akan timbul karena ketidakberhasilannya dalam menemukan jawaban itu.
b.      Perasaan estetis adalah perasaan yang berkenaan dengan keindahan. Seseorang akan merasa senang atau hatinya akan merasa bahagia kala ia melihat sesuatu yang indah, sebaliknya apabila ia menemukan sesuatu yang tidak mampu menarik hatinya maka akan timbul perasaan kesal atau tidak suka pada suatu hal itu.
c.       Perasaan etis adalah perasaan yang cenderungan pada kebaikan. Seseorang akan merasa jika sesuatu itu baik bagi dirinya, maupun yang lain, lalu sebaliknya apabila sesuatu itu jahat atau buruk bagi dirinya maupun yang lain, akan timbul rasa benci.
d.      Perasaan diri yaitu perasaan yang berkenaan dengan harga diri karena ada kelebihan ketimbang yang lain. Maka apabila seseorang memiliki kelebihan dibandingkan yang lainnya, ia akan angkuh dan sombong. Sebaliknya juga ketika ia tidak memilki kelebihan, seseorang tersebut akan merasa minder terhadap yang lain.
e.       Perasaan sosial yakni perasaan yang berhubungan dengan sebuah kelompok, hidup bermasyarakat dan ikut merasakan kehidupan orang lain. Ketika orang lain mendapatakn keberhasilan, maka ia akan senang, sebaliknya jika orang lain itu gagal maka ia akan ikut merasakan kesedihan yang dirasakan orang lain tersebut.
f.       Perasaan religius yaitu perasaan yang mengarah pada kepercayaan atau agama. Seseorang merasakan ketenangan dan jiwanya merasa tentram ketika apabila ia mampu bertawakal kepada Tuhan, yaitu dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

3.      Makhluk biokultural, yaitu makhluk hayati yang budayawi.
Manusia adalah produk dari saling tindak atau interaksi faktor-faktor hayati dan budayawi. Sebagai makhluk hayati, manusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi, biokimia, patologi, genetika, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk budayawi dapat dipelajari dari segi-segi: kemasyarakatan, kekerabatan, psikologi sosial, kesenian, ekonomi, bahasa, mata pencarian dan lain sebagainya yang menyakut kehidupan manusia.

4.      Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungan (Ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.
Soren kienkegaard, seorang filosof Denmarkpelopor ajaran “Eksistensialisme” memandangan manusia dalam konteks kehidupan yang konkrit adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungan (Ekologi), memiliki sifat-sifat alamiah, dan tunduk pada hukum alamiah pula.
Kehidupan manusia memiliki 3 taraf, yaitu estis, estetis, dan religius. Dengan kehidupan estetis, manusia mampu menangkap dunia sekitarnya sebagai dunia yang mengagumkan dan mengungkapkan kembali (Karya) dalam lukisan , tarian dan nyanyian yang indah. Denga etis manusia meningkatkan kehidupan estetis ke dalam tingkata manusiawi dan dalam bentuk-bentuk keputusan bebas dan dipertanggungjawabkan. Dengan kehidupan religius, manusia menghayati pertemuannya dengan Tuhan. Semakin dekat seseorang dengan Tuhan, semakin dekat pula ia menuju kesempurnaan dan semakin jauh ia dilepaskan dari rasa kekhawatiran. Semakin dalam penghayatan kepada Tuhan, semakin bermakna pula kehidupannya, dan akan terungkap pula kenyatan manusia individual atau kenyataan mausia subjektif yang memiliki harkat dan martabat tinggi.

Menurut Berger kebudayaan merupakan totalitas produk-produk manusai yang mnecakup materiil dan non-materiil. Sementara yang terpenting dari aspek kebudayaan non-materiil adalah manusia (masyarakat) karena dari mereka terbentuk hubungan yang berkelanjutan antara manusia dan sesamanya. Kerena merupakan unsur kebudayaan, masyarakat juga bersifat sebagai produk manusia, sama seperti kebudayaan non-materiil. Berger menegaskan karakteristik tertentu dari manusia (masyarakat) ini sebagai berikut: masyarakat terdiri atas manusia yang melakukan aktivitas. Pola-polanya selalu berhubungan dengan ruang dan waktu, tidak tersedia di alam, tidak juga bisa disimpulkan secara apapun dari “hakekat manusia”.[2]
            Berger juga menegaskan arti penting masyarakat. Masyarakat menempati posisi terhormat di antara formasi-formasi kebudayaan manusia. Ini adalah berkat satu fakta antropologis dasar lainnya, yaitu sosialitas esensial manusia... ini berarti bahwa manusia selalu hidup dalam kolektivitas dan bahkan ia akan kehilangan kemanuasiannya  jika dikucilkan dari manusia-manusia lainnya.
Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa masyarakat tentunya tidak hanya merupakan hasil dari kebudayaan, tetapi merupakan kondisi yang diharuskan oleh kebudayaan. Masyarakat membentuk, membagi, dan mengkoordinasi aktivitas pembangunan-dunia manusia. Hanya dalam masyarakat, produk aktivitas itu bisa bertahan untuk waktu yang lama.

Lem Aibon Pengantar Kematian

on Wednesday, August 6, 2014
Lem Aibon Merajalela, Anak-Anak Jadi Korban



Lem Aibon yang akrab kita kenal sebagai alat perekat sepatu, tak selamanya digunakan pada tempatnya. Ternyata bau yang keluar dari perekat ini juga mampu memberikan sensasi berbeda, layaknya narkoba yang kita kenal. Walaupun berukuran kecil, berkemasan kaleng 25 ml, namun tak jarang anak-anak menjadikannya sebagai pemberi sensasi sesaat. Terkadang mereka menggunakannya secara bersama atau bahkan menikmatinya dengan seorang diri. Persisi seperti narkoba lainya. Jika kita keliling ke sebuah pasar, mungkin kita akan menemukan anak-anak yang memakai bahan ini. Banyak cara yang dilakukan oleh mereka, salah satunya dengan meletakkannya ke dalam kantong plastik. Menurut mereka, jika lem aibon di pindahkan ke dalam plastik, maka uap aibon tidak akan kemana-mana sehingga akan dengan mudah memberikan sensasi yang tinggi. Maka dari itu, kita akan melihat anak-anak yang memegang plastik, kemudian didekatkan pada hidungnya.

Bahan yang satu ini memang tidak dapat dipisahkan dari anak-anak karena mengingat barang murah ini dapat ditemukan dengan mudah. Hanya cukup dengan modal 10 ribu rupiah saja, anak-anak bisa merasakan sensi nikmatinya menghirup uap perekat yang satu ini. Banyak kita dapati anak-anak yang terjerat dalam kaleng aibon. Entah apa yang ada di benak anak-anak masa kini, kehadiran aibon mampu membuat mereka berubah dalam sejenak. Mereka dapat merasakan bagaimana nikmatnya sebuah aroma yang dihasilkan dari perekat itu. Semestinya para anak-anak tahu, apa bahaya yang ditimbulkan dari lem aibon. Zat yang terkandung dalam lem Aibon dan sejenisnya bukan hanya dapat memabukkan dan merusak sel-sel saraf otak penggunanya. Bahkan, jika digunakan dalam jangka waktu lama, dapat membuat penggunanya tidak normal dan sakit hingga kemudian meninggal dunia. Dalam lem Aibon terkandung zat Lysergic Acid Diethyilamideatau LSD. Zat tersebut sejenis zat hirup yang sangat mudah ditemui di produk lem perekat. Pengaruhnya sangat luar biasa bagi penggunanya.

Senyawa organik yang terdapat pada lem Aibon berupa gas dan pelarut yang mudah menguap. Dalam kalangan anak-anak, mereka menyebutnya “ngelem”. Apa itu ngelem? Ngelem adalah menghirup uap lem, zat pelarut atau sejenisnya hingga merasakan sensi yang dihadirkan menuju level tertinggi, hingga lem, zat pelarut atau sejenisnya itu mengering. Sebenarnya yang dilakukan anak-anak itu adalah menghirup sensasi bau atau uap yang ada pada perekat tersebut, hingga membawa mereka menuju halusinasi, melayang-layang dan merasakan ketenangan. Biasanya sensasi yang dihadirkan bertahan kurang lebih 5 jam. Selama itu, bagi mereka yang ngelem akan terbawa ke dunia yang berbeda layaknya ketika mencicipi narkoba lainnya.
Mengapa itu bisa hal-hal di atas bisa terjadi? Menurut salah satu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palembang Gema Insania, “Ketika mengisap aromanya, zat kimia tersebut memengaruhi sistem saraf dan melumpuhkannya. Zat yang dihirup dalam lem Aibon menjadikan penggunanya merasa bahagia hingga aktivitas sang pengguna akhirnya berkurang lantaran halusinasi yang dialami. Efeknya dapat menjadi nikmat yang luar biasa, sangat tenang dan mendorong perasaan nyaman. Sering kali ada perubahan pada persepsi, pada penglihatan, suara, penciuman, perasaan, dan tempat,”tuturnya

Zat yang satu ini juga mengandung bahan-bahan kimia yang bertindak depresan. Depresan memperlambat sistem saraf pusat, mempengaruhi koordinasi gerakan anggota tubuh, dan konsentrasi pikiran. Selain itu, ngelem juga bisa mengakibatkan kerusakan fisik dan mental yang tidak bisa disembuhkan.

Lem Aibon kini merusak generasi-generasi sejak dini melalu aroma yang dihadirkannya. Hingga bahkan mengantarkan seseorang pada kematian. Ada sebuah kasus terbaru yang dapat kita jadikan sebuah pelajaran bahwa kehadiran lem aibon merupakan musibah besar bagi anak-anak yang tak kita perhatiakan. Pi, seorang bocah yang berumur 12 tahun ditemukan tewas setelah menghirup aibon. Bocah kelas 5 SDN 13 ini dinyatakan  mengalami over dosis karena lem ‘Aibon”  setelah hasil visum yang dilakukan Polres Basel di RSUD Basel. Kasus ini terjadi di daerah Bangka Belitung, namun permasalahan ngelem Aibon telah menjalar di setiap provinsi. Pemerintah memilki tugas untuk memberikan simulasi terhadap kasus ini dengan memberikan penyuluhan kepada anak-anak sejak dini, terutama tentang masalah lem Aibon. Terlepas dari itu juga, orangtua hendaknya ikut andil menangani anak-anaknya, dengan memberikan perhatian lebih terhadap kegiatan sosial anak. Agar ia tidak masuk dalam pergaulan yang salah terutama dunia narkoba.

Dari kasus diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa narkoba bisa didapatkan dari manapun asalkan mampu memberikan sensasi bagi pemakainya. Pemakiannya tak mengenal umur. Bahkan anak-anak pun semakin terjeret masalah narkoba yang dianggap biasa. Faktornya adalah karena coba-coba. Aibon merupakan bahan coba-coba yang tepat dilakukan anak-anak masa kini karena murah dan praktis didapatkan. Pencegahan yang terbaik adalah dengan memberikan perhatian lebih kepada sang anak serta dengan memberikan pengetahuan bahayanya menghirup Aibon. Menghadirkan lingkungan sosial yang tepat dapat membantu seorang anak menjauhi dari dunia ini. Pengaruh dari teman bermain adalah faktor terbesar. Sehingga diharapakan orangtua mampu melihat dan mengenali teman bermainnya secara intensif dan penuh dengan pengamana.


DEMI MIMPI, NERAKA PUN AKU TEMPATI

on Tuesday, May 27, 2014


DEMI MIMPI, NERAKA PUN AKU TEMPATI
Oleh Muhammad Burniat

Panti Asuhan adalah istana yang layak bagi anak-anak berstatus yatim piatu, juga−anak-anak yang tidak mampu. Istana yang menyimpan cahaya impian anak-anak yang tidak beruntung ini merupakan tumpuan akhir bagi kelangsungan hidup mereka. Masa depan yang suram, sedikit akan lebih bersinar. Bangunan harapan serta mimpi menghampiri kehidupan mereka. Seringkali orang-orang sekelilingku menawarkan solusi yang satu ini.
“Jika kamu mau sekolah, kamu masuk panti saja, Bur!”
“Ya,” Jawabku mengangguk. Sedikit menyembunyikan penolakan terhadap solusi mereka.
Aku heran, mengapa tempat ini kerap kali terpikir oleh mereka. Sementara mereka saja tak pernah merasakan tempat itu.
“Apakah memang inilah jalan takdirku?” tanyaku dalam hati.
 Lama-lama kata itu menancap dalam pikiranku. Semakin kuat melintas dalam benakku, semakin kuingin mengetahuinya. Rasa penasaran memuncak. “Aku rasa ada benarnya juga perkataan orang kampungku” ujarku dalam hati, jika melihat keadaan ekonomi keluargaku yang tidak bisa dibilang pas-pasan ini. Memang tak bisa dipungkiri, setiap hari makan nasi tanpa lauk pauk−kuah ala air garamlah yang menggenangi piringku. Jauh dari kenikmatan hidup. Sepotong ayam yang empuk bahkan tak pernah menghampiri piringku. Adanya, aku hanya bisa mencium aroma-aroma itu dari tetangga sebelah rumahku. Bangun dari tidur, aroma ayam gorenglah yang membuat terperanjat dari tempatnya. Memang tak bisa kurasakan nikmatnya secara nyata, tapi bau harum semerbak bumbu, yang bersatu dengan ayam, mampu membawa imajinasiku mencicipinya.

Aku dan Buku : Berpikir, Sejatinya Manusia Berakal

on Sunday, May 4, 2014


Aku dan Buku : Berpikir, Sejatinya Manusia Berakal

Saat mencari buku bacaan yang akan dijadikan sebagai tugas Bahasa Indonesia, aku menemukan kesulitan karena harus membaca buku diluar dari kebiasaanku yakni membaca buku akademis. Namun, aku berusaha memaksakan diri untuk membaca. Melalui proses berpikir yang panjang, akhirnya aku menjatuhkan pilihan kepada sebuah buku yang berjudul “ Filsafat Manusia; sebuah perbandingan islam dan barat.” Seperti biasa, apa yang telah pak Hernowo ajarkan kepada kami, mahasiswa/i STFI SADRA. Aku membaca riwayat penulis kemudian aku membaca setiap bab yang ditawarkan dalam buku tersebut. Buku filsafat manusia karya Dr. H. Undang Ahmad Kamaluddin ini mengangkat tentang jati diri manusia dalam perspektif islam dan barat. Dr. H. Undang Ahmad Kamaluddin adalah seorang ilmuwan muslim yang aktif dalam dunia islam. Riwayat pendidikan yang dijalani beliau fokus terhadap islam. Ini terlihat dari pendidikan S1 hingga S3-nya menduduki fakultas Ushuluddin. Saat ini, beliau sedang menjabat sebagai Ketua Pusat Desa Binaan sejak tahun 2000.

Menarik sekali pembahasannya jika dilihat dari pendahaluan yang disampaikan namun, saya tertarik mengambil kesamaan dari pembahasan buku ini.  Mataku berhenti sejenak dan melihat jelas sebuah bab yang berjudul “ Konsep Manusia dalam Al-quran dan Konsep Manusia dalam Perspektif Barat”. Aku mencari inti persamaan pembahasan dari dua pandangan tersebut hingga akhirnya aku menemukan sebuah misteri besar dalam diri manusia. Apakah persamaan keduanya ?

Karya Tulis Ilmiah “Copy Paste/Plagiat

on Monday, April 28, 2014


Pendahuluan
I.I Latar Belakang
            Seperti yang kita ketahui bahwa di zaman kemajuan teknologi membuat sebagian orang melakukan aktivitasnya secara praktis. Hampir semua aspek yang dimotori teknologi menyediakan kepraktisan, salah satunya kemajuan internet. Majunya internet membuat para pelajar berpikir praktis dalam melaksanakan sistem akademis pula. Banyak para pelajar, baik itu di bangku sekolah maupun di bangku perkuliahan menggunakan internet sebagai media pencari bahan-bahan pembantu tugas atau pun lainnya. Internet sebagai penyedia sumber informasi terbesar merupakan jalan pintas yang ditempuh. Ada yang menggunakan internet sebagai bahan referensi pengetahuannya namun, ada pula yang menggunakannya sebagai media jalan pintas penyelesai masalah tanpa masalah yaitu melakukan plagiat atau pun copy paste.
Copy paste dan plagiat memang marak dibicarakan oleh kalangan intelektual sebagai permasalahan dunia pendidikan dan pertanyaan terhadap keintelektualan dalam berpikir. Banyak yang menganggap copy paste dan plagiat adalah tindakan yang sama buruknya, yang mestinya harus dijauhi setiap kaum intelektual. Namun sebenarnya copy paste dan plagiat memiliki demensi yang berbeda. Memang dalam artian yang sempit copy paste dan plagiat mengandung pengertian “mengambil” tapi ada batasan keduanya. Batasan inilah yang harus diketahui oleh kita. Itulah alasan penulis mengangkat kedua permasalahan ini karena banyak orang yang masih salah dalam membedakan keduanya. Keduanya dianggap sebuah aktivitas negatif semata padahal jelas keduanya akan berbeda ketika seseorang melakukannya dengan tepat.
            Untuk itu, kita sebagai kaum intelektual haruslah melakukan tindakan yang tepat dalam melakukan aktivitas akademisnya agar tidak masuk ke dalam dunia yang salah. Apalagi jika kita melakukan sebuah tindakan yang dapat memperburuk nilai keintelektualitasan kita sendiri. Kita semestinya tahu mana batasan yang tidak boleh dilanggar. Copy dan paste haruslah kita pahami secara mendalam agar tidak salah dalam bertindak.

BAB 2
Pembahasan

2.I  Copy Paste dan Plagiat
            Copy Paste adalah terdiri dari dua kata “copy” dan “paste”. Keduanya dalam bahasa inggris. Jika diartikan kedalam bahasa indonesia maka “ copy berarti menyalin dan paste berarti menempel”. Dalam kamus besar bahasa indonesia “menyalin” kata dasarnya “salin” berarti “menukar dengan yang lain; mengganti; 2, mengutip (tulisan); menulis kembali; meniru sementara “menempel” kata dasarnya “tempel” berarti melekat. Maka dari pengertian ini, saya berpikir bahwa aktivitas kita menyalin sesuatu, kemudian kita tempel artinya sesuatu yang kita tempelkan akan sama dengan apa yang kita salin. Lalu, yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah dalam dunia pendidikan boleh melakukan aktivitas copy paste ?, jawabannya ‘Ya’.  Copy paste sebenarnya adalah tindakan yang baik karena jelas ketika kita menyalin dan menempelkan apa yang kita salin maka semua akan tersalin. Ketika seorang menyalin sebuah tulisan sebenarnya disana telah tertera penulis, tanggal, sumber dan lain sebagainya, namun aktivitas copy paste yang dilakukan tidak menyeluruh. Inilah yang akan menyebabkan kesalahan besar. Semestinya apa yang disalin harus sama dengan yang aslinya, namun kenyataan banyak yang menyalin hanya sebagiannya saja. Inilah yang saya sebutkan sebagai tindakan copy paste yang salah. Lalu copy paste yang benar seperti apa ? Copy paste yang benar adalah copy paste yang menyeluruh. Kita tidak mengubah sedikitpun tulisan yang kita salin. Lalu apa yang akan terjadi jika kita melakukan copy paste tanpa menyalin seluruhnya ? Jika kita melakukan copy paste kemudian tidak menyalin seluruhnya maka itu akan sama halnya dengan melakukan plagiat. Kenapa saya mengatakan seperti itu ? karena saat kita melakukan copy paste tanpa sumber, maka suatu saat secara perlahan kita akan menganggap hasil copy paste itu sebagai milik kita pribadi dan yang lebih fatal lagi, kita mempublikasikannya. Maka secara perlahan kita memasuki dimensi plagiarisme. Plagiarisme tidak ingin tahu dari mana sumbernya, yang terpenting kita copy paste kemudian akui kepemilikan sendiri. Maka dari itu, copy paste setidaknya tidak dijadikan aktivitas yang terus menerus karena lambat laun, kita akan melakukan tindakan yang lain. Walaupun saya katakan bahwa copy paste bukan perbuatan buruk, namun copy paste ada batasan yang harus kita pelajari. Dan itu pertanyakan kepada pribadi masing-masing individu.
Plagiat dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai “jiplakan” namun memiliki artian yang luas yaitu pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Jika kita melihat pengertian “plagiat” jelas kita akan memandang plagiat sebuah tindakan yang negatif karena plagiat sama dengan tindakan pencurian. Mencuri hak miliki orang merupakan tindakan yang tak bermoral. Sebagai kaum yang berintelektual, plagiat tindak mencirikan intelektulitasan kita dan bahkan tidak ada bedanya kita sebagai penjahat.

2.2 Perbedaan Copy Paste dan Plagiat
Jika kita melihat dari pengertian yang saya jelaskan di pembahasan awal tentang “copy paste dan plagiat” maka kita akan dapat memukan perbedaan keduanya :
1.      Copy paste bukan tindakan buruk apabila kita menyalin keseluruhan dari salinan.
2.      Copy paste jelas menyalin keseluruhan baik itu penulis, sumber ataupun yang lainnya.
3.      Copy paste terhadap hal-hal fakta bukanlah sebuah tindakan copy paste karena semua orang mengetahuinya maka itu bisa dianggap pemikiran umum.
4.      Copy paste bisa masuk kedalam dimensi plagiat apabila batasan ditembus oleh pelaku copy paste artinya copy paste tidak selamanya bersifat positif.
Sedangkan jika kita melihat dari plagiarisme maka;
1.      Plagiat adalah tindakan pencurian
2.      Plagiat tidak mengenal sumber karena
3.      Plagiat cendrung mengakui karya orang lain sebagai karya pribadi
4.      Plagiat selalu bersifat negatif dan tak ada alasan plagiat bisa bersifat positif.

2.3 Dampak Copy Paste dan plagiat
 Jika melihat dari dampak copy paste sebenarnya bukan tindakan copy paste-nya yang berdampak tapi lebih pelakunya. Lalu apa saja dampak copy paste dan plagiat bagi pelaku.

Dampak negatif copy paste ;
a.       Copy paste cenderung memanjakan seseorang untuk berpikir
b.      Copy paste cenderung membuat malas seseorang mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya
c.       Copy paste akan melahirkan plagiarisme apabila seseorang melakukannya secara terus-menerus.
Sementara dampak positif copy paste;
a.       seseorang akan senantiasa menghargai karya orang lain.
b.      membuat karya orang lebih bernilai baik itu secara langsung maupun tidak langsung karena pengaruh internet maka karya seseorang akan semakin luas dikenal.

Dampak negatif plagiat;
a.       Plagiat akan mengajarkan seseorang mencuri.
b.      Plagiat akan menghancurkan keorisinalan karya milik orang lain
c.       Plagiat akan mengajarkan kebodohan bagi pelakunya
d.      Plagiat akan membawa sebuah budaya dan peradaban yang buruk bagi dunia pendidikan sendiri
e.       Plagiat melanggar etika baik hubungan sosial maupun lainnya
f.       Plagiat merusak tatanan pengetahuan yang telah diakui keorisinalitasannya



2.4 Mengatasi tindakan Copy Paste dan Plagiat
Ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi tindakan  suka melakukan copy paste atau bahkan sampai melakukan tindakan plagiarisme;

a.       Cobalah menyampaikan sesuatu dengan pemikiran sendiri dan jangan pernah takut salah dalam berpikir karena kita diberi akal. Akal merupakan alat berpikir dan akal tidak pernah salah. Apabila akal salah maka segala sesuatu yang manusia lakukan tidak bisa ke alat lainnya kecuali akal. Akal adalah segalanya kebenaran dalam berpikir.
b.      Apabila kita ingin melakukan copy paste karya orang lain maka jangan sekali-kali menyalin separuhnya saja tapi biasakanlah untuk menyalin semuanya dengan sumber yang jelas
c.       Copy paste jangan dijadikan sebuah aktivitas yang secara terus-menerus karena lambat laun akan merambat kedalam demensi plagiarisme.


BAB 3
Penutup
3.1 kesimpulan
Dari pembahasan yang saya terangkan di atas, maka bisa saya simpulkan bahwa copy paste dan plagiat dua aksi yang sama namun berbeda dimensi, artinya kegiatan yang dilakukan sama-sama menyalin tapi dimensi atau ruang gerak mereka berbeda. Plagiat merupakan tindakan pencurian terhadap karya orang lain tanpa menghiraukan pemilik atau sumbernya dan bahkan seseorang  mengaku keorisinalan adalah miliknya. Lalu, karya itu ia publikasi sebagai karyanya.Ssementara copy paste merupakan sebuah tindakan yang bermoral apabila seseorang melalukan kegiatan akademis dengan mencantumkan sumbernya. Namun apabila tidak ada, maka demesinya berbeda lagi. Seseorang tersebut telah masuk kedalam dunia plagiarism apabila mengambil tanpa mencantumkan sumbernya apalagi sampai ia mempublikasinya. Copy paste memiliki kecendrungan segi positif sementara plagiat jelas memiliki segi negatif. Kedua aktivitas ini harus dipahami secara mendalam karena ada saatnya copy paste bisa masuk kedalam demensi plagiat apabila pelakunya tidak mengakui asal keorisinalan yang ia copy paste-kan. Harus diingat bahwa “copy paste” yang secara terus-menerus akan membawa kita ke dalam dunia plagiarisme dan bahkan kecendrungan malas berpikir akal menjalar dalam diri kita.


Daftar Pustaka
http://media.kompasiana.com/new-media/2011/01/13/copas-terjemahan-plagiat-dan-copyright/
Artikel Ninok Leksono, “Apakah “copy and paste” Musuh Berpikir”. Kompas
Artikel Rhenald Kasali, Orang Pintar Plagiat. Kompas









Recent Comments

followers

About Me