Ulumul Qur'an ( Al-qur'an dan Sahabat-sahabatnya)

on Monday, September 29, 2014






PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Al-qur’an sebagai kita suci umat islam adalah sebuah amanah besar yang dititipakan dan itu harus dijaga. Dijaga bukan hanya dalam sebuah perlindungan fisik semata, akan tetapi juga dengan non-fisik. Artinya salah satu bentuk kita menjaga Al-qur’an adalah dengan mempelajarinya baik itu secara kandungan, tafsiran, atau pun metode lain sebagainya.
Sebagai mufassir adalah sebuah kewajiban mendalami sebuah kalam Allah karena didalamnya begitu banyak misteri yang tersimpan. Dengan misteri inilah manusia dapat menelaah, menggali, merenungi dan mencari apa dibalik ikatan-ikatan ayat per ayat tersebut. Hingga nantinya benar-benar mampu dijadikan sebagai dalil yang kuat terhadap pelecehan kandungan Al-quran. Sebagaimana Al-qur’an dijadikan pedoman hidup sekaligus hukum bagi umat islam.
Selain Al-qur’an, ada pula hadist yang dijadikan sumber hukum bagi kehidupan muslim. Hadist yang ada merupakan bentuk keberadaan nabi serta para pengikut-pengikutnya. Yang kemudian di dalamnya berisikan beberapa hukum-hukum yang tercatat sebagai aktivitas di masa islam. Oleh sebab itulah, pembahasan mengenai Al-qur’an dan sahabanya merupakan titik fokus yang akan dibahas pada makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
 Faktor Pendorong Mempelajari Al-qur’an
          Al-qur’an adalah kitab suci sekaligus penuntun umat islam menuju pada segala hal kebaikan. Peradan islam yang dulu pernah berjaya merupakan sumbangsih dari para pendahulu karena belajar dari Al-qur’an. Sifatnya yang universal memberikan ruang manusia untuk menelaah, mendalami, mencari tahu dan meneliti interprestasi Al-qur’an dalam kehidupan manusia.
          Jika kita melihat pada judul yang makalah ini yakni dorongan untuk mempelajari Al-qur’an jelas kita akan mencoba melihat dari sudut padangan urgensi, manfaat dan tujuan dari mempelajari Al-qur’an. Karena dengan melihat sisi tersebut, maka bisa kita simpulkan bahwa tujuannya dapat memberikan sebuah kontribusi besar bagi pelajarnya. Ini artinya kegiatan yang dilakukan tidak mengundang kesia-siaan semata.
          Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa tujuan, manfaat dan urgensi dari mempelajari Al-qur’an? Jawabannya akan kami jelaskan satu per satu agar kita dapat melihat dari sudut pandangan mana yang kita inginkan.

A.    Tujuan dan Kegunaan mempelajari Al-qur’an           
          Dalam mempelajari Al-qur’an jelas ada tujuannya. Dalm hal ini ada dua macam bagian untuk melihatnya. Pertama, kita melihat dari tujuan internalnya. Lalu yang kedua, kita melihat dari tujuan eksternal.

          Tujuan Internal mempelajari Al-qura’an seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Ali al-Shabuni adalah untuk memahami kalam Allah Azza wa Jall, menurut tuntunan yang dipetik dari Rasullullah SAW. Berupa keterangan dan penjelasan, serta hal-hal yang dinuklikan para sahabat dan tabi’in sekitar penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Al-qur’an, mengenali cara-cara mufassirin berikut dengan kepiawaian mereka dalam bidang tafisr serta persyaratan-persyaratan mufassir dan lain-lain yang memiliki hubungan dengan ilmu ini.[1]

          Adapun tujuan Eksternal dari mempelajari Al-qur’an adalah sebagai benteng kaum muslim dari kemungkinan-kemungkinan usaha pengaburan Al-qur’an yang mungkin saja akan dilakukan oleh orang-orang tidak beriman. Dan bisa jadi adanya kaum orientalis yang memiliki sebuah tujuan untuk membawa pemahaman penyesatan terhadap umat. Sehingga dengan mempelajari Al-qur’an, seorang muslim atau kaum muslim itu sendiri dapat memahami kandungan dari ayat-ayat suci yang tehimpun tersebut. Lalu akan membuat kaum muslim kokoh dalam pendirian mengenai keaslian dan keabadian Al-qur’an sebagai ktab suci umat muslim.

          Secara umum juga ada tujuan mempelajari Al-qur’an yakni Al-quran bisa dijadikan sarana menggali ilmu-ilmu. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam ayat-ayat Al-qur’an telah lebih dahulu mengajarkan manusia dalam bidang-bidang ilmu. Contohnya dalam bidang ilmu Biologi. Ayat yang menerangkan bagaimana proses manusia tercipta manusia merupakan aspek pembahasan dalam dunia biologi, yang sekaligus dibahas dalam Al-qur’an.

          Jika kita kembali pada penjelasan di atas, maka bisa kita lihat betapa mempelajari Al-qur’an memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan manusia. Mungkin apa yang disebutkan di atas hanya segelintir dari saja. Dan mungkin masih banyak lagi tujuan yang bisa kita ambil dari mempelajari Al-qur’an. Sehingga sudah menjadi sebuah fardhu kifayah hukumnya bagi muslim atau bahkan bisa menjadi fardhu ain untuk mempelajari Al-qur’an secara lebih mendalam.

B.     Urgensi Mempelajari Al-qur’an         
          Ada sebuah peran besar yang bisa dirasakan oleh umat muslim ketika mereka berhasil mendalam sebuah hidangan yang ada dalam kandungan isi Al-qur’an. Dan itu adalah sebuah hak tersendiri bagi seorang muslim untuk menemukannya. Bisa jadi individu yang satu dan individu yang lain memiliki sebuah kepentingan yang berbeda dalam mempelajari Al-qur’an. Seperti yang sempat kita bahas mengenai kamu orientalis. Para kaum orientalis bahkan ada yang mempelajari Al-qur’an sebagai media untuk membawa gejolak pemahaman bagi muslim. Memang tidak dapat dipungkiri masalah ini adalah bagian tanggung jawab muslim, maka oleh sebab itulah merupakan sebuah tugas besar bagi kaum muslim.

          Seperti yang yang sempat disinggung mengenai tujuan dan kegunaan mempelajari Al-qur’an bahwa dapat dirasakan manfaatnya ketika kita dapat menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an dengan mempelajari Al-quran itu sendiri. Hal ini menujukkan bahwa bagi seorang mufassir, mustahil mampu menafsirkan Al-qur’an apalagi sampai membedahnya secar luas dan detail tanpa mengenali atau tepatnya menguasai lebih jauh ilmu-ilmu Al-qur’an. Sebab, ilmu tafsir adalah roh dari ilmu Al-qur’an. Maksudnya adalah bahwa menafsirkan Al-qur’an tetap saja tergantung pada ilmu Al-qur’an lainnya.

          Sebelumnya juga sempat disinggung bahwa sebenarnya ketika kita mempelajari Al-qur’an, kita tidak hanya dihadapkan pada ilmu-ilmu yang bersifat islam saja. Akan tetapi, ilmu sains dan teknologi merupakan bagian dari kandungan Al-qur’an yang juga dapat membantu memahami Al-qur’an. Terakhir adalah bahwa mempelajari Al-qur’an adalah konteksnya tidak terbatas, luas dan umum sekaligus memegang fungsi dan posisi  bagi penafsir Al-qur’an sepanjang zaman.


2. 2 Perbedaan Al-qur’an, Hadist Nabawi, dan Hadist Qudsi

A.                     Al-Qur’an
Al-Qur’an yakni lafaz dan maknanya langsung dari Allah.
B.                      Hadist Nabawi
Hadis memiliki interpretasi yang beragam. Hal ini terjadi karena faktor sudut pandang yang berbeda-beda. Pada bagian pertama kita akan memberikan penjelasan mengenai hadist dari sudut pandang kebahasaan atau lugha. Hadist menurut bahasa adalah baru, lawan dari kata qadim (lama).[2] Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam kitab Al-mustadriku alasshahihain yang berbunyi “Pada dasarnya hadist merupakan kebalikan dari kata al-qadim (lama).”[3] Dan ada juga yang berpendapat bahwa hadis itu sama saja dengan khabar.
Secara istilah, Hadist Nabawi merupakan perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Saw dan juga kepada sahabat dan tabi’in.[4] Namun ada hal yang berbeda mengenai pengertian tersebut jika menurut sudut pandang ahli hadist dan ahli ushul. Ahli hadist mengatakan bahwa hadist adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifatnya.[5] Sedangkan menurut ahli ushul, hadist adalah segalah perkataan Nabi saw yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syari’at.

C.                 Hadist Qudsi
Menurut bahasa arab, Qudsi artinya suci atau bersih. Dari segi terminologi, Qudsi adalah sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau mimpi. Yang kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu kepada pengikutnya dengan ungkapannya sendiri.[6] 

Jika kita melihat dari pengertian yang telah dijelaskan di atas, maka bisa dikatakan bahwa Al-qur’an adalah lafadz dan maknanya bersumber dari Allah. Begitu pun dengan Hadist Qudsi, yang lafaz dan maknanya juga bersumber dari Allah. Sementara Hadist nabawi adalah lafaz dan maknanya dari Nabi SAW.

Apabaila kita merujuk pada Manna Khalil Al-qattan akan ditemui mengenai perbedaan yang mendasar antara Al-qur’an dan Hadits qudsi.
Ada beberapa perbedaan antara Al-qura’an dan hadits qudsi, antara lain:
1.                  Al-qur’an didatangkan sebagai mukjizat nabi dan sekaligus tantangan bagi ummat manusia, sedangkan hadits qudsi tidak sebagai mukjizat dan penantang bagi ummat manusia.[7]
2.                  Penisbatan Al-qur’an mutlak kepada Allah, sedangkan hadits qudsi kadang kala dinisbatkan kepada Allah dengan kalimat “Allah berfirman, atau dinisbatkan kepada nabi karena nabi yang menyampaikannya.
3.                  Seluruh isi Al-qur’an diniukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan adalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.

Sementara perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi diantaranya;
Hadits Qudsi adalah sebuah hadits yang secara maknanya berasal dari Allah swt, yang kemudian disampaikan kepada Rasulullah melalui salah satu cara penurunan wahyu. Lalu disampaikan kepada ummat melalui lafaz Rasulullah sendiri. Sedangkan Hadist Nabawi adalah hadits yang secara maknanya berasal dari Rasulullah Saw. Kemudian disampaikan melalui lisan Rasulullah sendiri.[8]

Wahyu, Ilmu dan Ilham
A.                     Wahyu
Pada permulaan ini, kita coba mencari tahu arti dan asal kata wahyu. jika kita tinjau kata ini dari segi etimologi, maka bisa diartikan sebagai sesuatu kejadian yang tersembunyi dan cepat. Kata ini diambil dari masdaranya yaitu وحي ـ يحي ـ وحا :, yang berasal dari bahasa arab. Diartikan sebagai sesuatu kejadian yang tersembunyi dan cepat karena cara pemberiannya juga dipilih. kepada siapa wahyu itu akan diberikan.
Ada dua pandangan tentang defenisi wahyu:
1.                  Menurut syaikh Muhammad Abduh, wahyu merupakan pengetahuan yang didapati oleh seseorang pada dirinya sendiri yang disertai dengan keyakinan yang kuat mengenai peristiwa tersebut, bahwasanya itu semua datang dari Allah. Baik disampaikan dengan perantara ataupun tidak.

2.                  Sedangan menurut al-said Rasyid Ridho, hampir sama dengan penjelasan yang pertama. Akan tetapi beliau lebih menghususkan kata “seseorang”. Seseorang tersebut adalah para Nabi. Mereka diberi wahyu tanpa dengan usaha keras dan harus dipelajari
Perbedaan pemaknaan di atas karena banyak kata wahyu dalam Al-qur’an yang memiliki beragam arti diantaranya:
1.                  Wahyu yang diartikan sebagai sebuah insting.
2.                  Wahyu berupa perintah
3.                  Wahyu sebagai sebuah isyarat
Jadi dari dari satu kata ini memiliki beragam makna hanya saja tergantung pendekatan atau sudut pandang mana yang kita gunakan. Karena pembahasan kita mengenai Al-qur’an , maka kata wahyu di sini lebih difokuskan pada pengetahuan yang tersembunyi dan cepat yang diberikan pada para Nabi.
B.       Ilmu
Ketika kita mengkaji Al-qur’an sudah pasti kita akan membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Sebab, dalam Al-qur’an itu sendiri merupakan sebuah ilmu pengetahuan bagi seluruh makhluk  baik di bumi, langit, serta yang gaib. Maka sangatlah tidak mungkin jika kita mempelajari Al-qur’an tanpa ada pengetahuan yang dijadikan sebagai tolak ukur.
Sekiranya beragam ilmu yang ada dalam Al-qur’an merupakan sebuah gambaran tentang Sang Pemilik makhluk. Dia menciptakan segala sesuatu tanpa sebuah balasan apapun, sifat-sifat seperti ini yang kemudian dibahas. Namun sejauh manapun ilmu pengetahuan yamg dimiliki oleh seluruh makhluk, belum juga dapat menandingi kekuasaan-Nya.
Memang ada beberapa ayat Al-qur’an yang terdapat kata ilmu. Maka peninjauan kata “Ilmu”, dalam pembahasan uluml qur’an merupakan hal yang sangat urgen. Kata ilmu berasal dari bahasa arab yang diambil dari العلم yang artinya mengetahui dan menguasai, berdasarkan dengan pengertian ini, maka ilmu tidak terlepas dari pemahaman yang sebenar-benarnya tentang sesuatu yang didasari dengan keyakinan yang kuat. Ketika kita mengatakan si fulan adalah seorang alim, yang dimaksudkan bahwa kita yakin dia menguasai pengetahuan dengan pemahaman yang sesungguhnya.
Tidak sampai pada pembahasan itu saja, bahkan Al-qur’an mempunyai peranan penting dengan memberikan informasi tentang pengetahuan yang setidaknya manusia dapat menyadari semua kekurangan agar dia mau mempelajari Al-qur’an. Al-qur’an pun memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu sarana yang dapat mengantarkan kita pada sesuatu yang belum pernah diketahui. Memudahkan kita dalam memahami segala problem. Dan dapat mengangkat derajat siapa saja yang mau mempelajarinya. Manusia tidak dapat memisahkan dirinya dengan agama dan ilmu pengetahuan. Sebab bila itu terjadi, kekacau dan pertumpahan darah dimana-mana “pembunuhan” akan terjadi. Jadi ilmu pengetahuan harus dipelihara.

C.            Ilham
Kemungkinan besar pada saat sekarang maupun yang lalu, sering kita salah pahami memaknai kata إلهام Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan kita mengenai kata tersebut atau memang kita memahaminya secara tekstual. Padahal jika dikaji lagi pengertian tersebut lebih dalam lagi. Kata ”ilham” berasal dari bahasa arab yang berarti menginspirasi. Inspirasi disini bukan dari dari manusia yang memberikannya, tetapi Dialah yang memberikan kepada manusia yang dikemas melalui isyarat.
Pemberian dengan isyarat itu tergantung kepada siapa yang ditujukkan karena sengatlah mustahil sebuah isyarat yang diperoleh seseorang tanpa sepengetahuan Dia. Memang kalau kita melihat dari segi kata, maka ada kata ilham yang diberikan kepada manusia dalam bentuk jalan yang nanti dilaluinya sampai kepada tujuan akhir.
Begitu pula ada ayat A-l-qur’an secara harfiyyah berarti wahyu, namun makna tersebut lebih condong kepada sesuatu yang diberikan derngan isyarat yaitu ilham. Sesuai yang saya dapati arti dari ilham dalam kajian ulumul qur’an, lebih condong pada pemberian terhadap seseorang yang shalih.




BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
1.                       Mempelajari Al-qur’an merupakan jalan untuk menggali lebih dalam kandungan-kandungan ayat yang tersirat di dalamnya. Dan dengan memahami Al-qur’an dalam konteks yang luas dan umum nantinya mampu membawa pada penyesuaian kemajuan hidup manusia.
2.                       Perbedaan Al-Qur’an, Hadist Qudsi, dan Hadist Nabawi terletak pada lafaz dan maknanya. Al-Qur’an yakni lafaz dan maknanya langsung dari Allah SWT. Hadist Qudis yakni lafas dan maknanyan lafaz dan maknanya juga bersumber dari Allah SWT. Sementara Hadist Nabawi yakni segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifatnya.
3.                       Wahyu, ilmu dan ilham adalah bagian







DAFTAR PUSTAKA
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Mudzakir. 2011 Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Terjemahan. Bogor: Litera AntarNusa.
Lal Anshori, ulumul qur’an kaidah-kaidah memahami firman Tuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Suma, M. Amin, ulumul qur’an, Jakarta: Rajawali Pers, 2013


[1] Muhammad Ali al-Shabuni, loc.cit
[2] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis,IAIN Sunan Ampel Press, Hal 1
[3] Al-hafidz abi abdillah muhammad bin abdullah An-nisaburi, Al-Mustadriku alasshahihain, hal 11
[4] Ibid hal.11
[5] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis,IAIN Sunan Ampel Press, Hal 2

[6] Ibd, Hal 26
[7] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antarnusa Halim jaya, hal 10
[8] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antarnusa Halim jaya, hal 28
Comments
0 Comments

0 komentar:

Recent Comments

followers

About Me